ASKEP KANKER KANDUNG KEMIH
PENDAHULUAN
Tumor ganas kandung kemih sekitar 90% adalah karsinoma sel transisional dan 10% adalah ca skuamosa dan jarang sekali adenokarsinoma yang berasal dari jaringan urakus. Didaerah sistoma dapat menyebabkan kanker skuamosa. Kanker kandung kemih dapat kapiler, noduler, ulseratif atau infiltratif. Derajat keganasan ditentukan oleh tingkat deferensiasi dan penetrasi ke dalam dinding atau jaringan sekitar kandung kemih. Epitel transisional terdiri dari 4-7 lapisan sel epitel ketebalan lapisan tergantung dari tingkat distensi kandung kemih. Adapun yang berperan dalam maslah ini adalah sel basal, sel intermediate, sel superficial, inilah yang akan menutupi sel intermediate, bergantung pada apakah kandung kemih dalam keadaan distensi atau tidak.

FAKTOR RESIKO
Factor resiko untuk kanker kemih mencakup karsinogen dalam lingkungan kerja, seperti bahan pewarna, karet, bahan kulit, tinta atau cat. Factor resiko lainnya adalah infeksi bakteri kambuhan atau kronis pada saluran kemih dan kebiasan merokok. Ca kandung kemih dua kali lebih banyak menyerang perokok daripada yang bukan perokok. Disamping itu, terdapat kemungkinan hubungan antara kebiasaan minum kopi dan Ca kandung kemih. Skistasambrosisi kronik (infeksi parasit yang mengiritasi kandung kemih) juga merupakan factor resiko. Kanker yang tumbuh dari kelenjar prostate, kolon serta rectum pada laki-laki dan dari traktus ginkologis bawah pada wanita dapat bermetastase di kandung kemih.

MANIFESTASI KLINIS
Tumor ini biasanya muncul dari basic vesica urinaria dan meliputi urivisium eretra serta kolumna vesica urinaria. Hematuria berat dan tanpa nyeri adalah gejala kandug kemih yang paling sering ditemukan. ISK merupakan komplikasi yang lazim terjadi dan menyebabkan gejala berkemih yang sering, urgensi dan disuria. Namun demikian, setiap perubahan pada urinasi didaerah panggul atau punggung dapat terjadi pada metastasis kanker tersebut.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tidak ada tes screening dini yang akurat untuk menemukan penyakit ini, namun dapat dilakukan sitologi urine untuk melihat adanya sel kanker. Lavase kandung kmih dengan salin mungkin akurat. Aliran sitometri dari urine untuk memeriksa ploidi DNA. Pielogram IV untuk mengevaluasi traktus urinarius bagian atas dan pengisian kandung kemih. Biopsy pada daerah yang dicurigai.
PENATALAKSANAAN
Factor-faktor yang mempengaruhi rencana pengobatan mliputi jenis tumor, kedalam invasi tumor dalam kandung kemih, penyebaran penyakit, dan keadan umum klien. Factor-faktor tersebut penting dalam rencana perawatan klien. Reseksi transurethral (TUR) dan vulgrasi digunakan pada karsinoma insitu atau untuk lesi permukaan yang kecil. Karena kecepatan kambuhnya tinggi, kemoterapi intravesikal atau immunoterapi mungkin dianjurkan. Tiopeta, mitomicin, dan doksorubinsin adalah agen yang telah digunakan untuk pengobatan intravesikal. Terapi laser juga sebuah terapi yang mungkin untuk klien dengan lesi kecil. Reseksi kandung kemih segmental digunakan untuk tumor besar dan tunggal pada puncak kandung kemih atau dinding laterala atau untuk adenokarsinoma.
Ketika tumor itu incasif atau tidak dapat ditangani atau dikontrol dengan pendekatan yang konservatif, sistektomi adalah pengobatan pilihan. Sistektomi sederhana pada seorang pria meliputi pengangkatan kandung kemih, prostate dan vesicaurinaria; sedangkan pada seorang wanita meliputi pengangkatan kandung kemih dan uretra. Iversi urinarius setelah sistektomi dapat dicapai dengan menggunakan sebuah segmen ileum untuk membentuk sebuah salauran antara ureter dan abdomen eksternal. Pilihan lain bagi klien mungkin pembentukan reservoir ileum kontinen yang tidak membutuhkan apparatus penampungan eksternal.
Terapi radiasi untuk kanker kandung kemih sebagai modalitas penatalaksanaan tunggal, untuk penyakit invasive yang mempeunyai kemungkinan sembuh rta-rata 16-30%, ini lebih rendah daripada penatalaksanaan sistektomi, tetapi radiasi dapat digunakan pada klien yang tidak ditangani dengan pembedahan. Tidak ada regimen kemoterapi pasti yang telah dianjurkan untuk pengobatan kanker kemih tahap lanjut.

KOMPLIKASI
Komplikasi pembedhan meliputi peredaran dan infeksi, efek samping dari radiasi dapat menimbulkan striktur pada ureter, uretra, atau kolon. Komplikasi lain dikaitkan dengan daerah metastase penyakit.

ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
Manifestasi klinis
Hematuria
Frekuensi berkemih
Disuria
Pemeriksaan diagnostic
Sitologi urine — sel kanker
Cuci kandung kemih — sel kanker
Aliran sitometri urine — ploidi DNA
Pielogram intravena (IVP) — evaluasi traktus urinarius atas & pengisian kandung kemih
Sitoskopi — melihat bagiandalam organ
Biopsy
Ultrasound transurethral — luasnya penyakit
CT-Scan — identifikasi nodus limfe regional dan metastase pulmonal
MRI — luas tumor dan terkenanya nodus limfe

DIAGNOSA KEPERAWATAN & INTERVENSI
1.Perubahan eliminasi urine dan kerusakan integritas kulit R/T pembuatan saluran luar abdominal untuk urine.
Kriteria Evaluasi : berpartisipasi dalam aktivitas yang b/d perawatan ileostomi
Intervensi perawatan Ostomi :
Pasang alat ostomi yan tepat ukuran
R/ mencegah iritasi pada kulit daerah sekitar ostomi
Bantu pasien melakukan perawatan ostomi secara mandiri
R/ mengembangkan teknik yang benar
Pantau proses penyembuhan luka insisi pada ostomi
R/ mengembangkan intervensi dini terhadap kemungkinan komplikasi
Anjurkan klien mengunjungi seseorang yang telah mengalami ostomi
R/ menurunkan nasietas dan ketakutan thd kemampuan beradaptasi
Ganti kantung ostomi sesuai kebutuhan
R/ memberi kesempatan dan penguatan terhadap prosedur mengganti
kantong & mengevaluasi stoma
2.Resiko infeksi R/T pembedahan unuk eliminasi urine
Kriteria Evaluasi : tidak ada infeksi pada saluran kemih
Intervensi :
Gunakan sabun antimicrobial untuk cuci tangan
R/ mencegah transmisi organisme
Pertahankan intake cairan adekuat
R/ meningkatkan aliran urine
Ajarkan klien cuci tangan
R/ memberikan informai ttg personal hygiene
Ajarkan klien ttg gejala dan tanda infeksi serta anjurkan untuk melaporkannya
R/ memberikan info untuk meningkatkan kepatuhan
Ajarkan klien dan keluarga untuk sering mengalirkan kantong untuk mencegah refluks
R/ dapat mencegah infeksi
3.Kurang pengetahuan R/T kemoterapi dan imunoterapi
Kriteria Evaluasi : klien mengungkapkan jadwal pengobatan & tujuannya
Intervensi :
Ajarkan klien dan klg prosedur dan tujuan terapi
R/ meningkatkan pemahaman dan menurunkan ansietas
Gunakan teknik steril dalam kateterisasi
R/ mencegah infeksi
Instruksikan klien untuk berkemih sebelum obat dimasukkan
R/ meningkatkan retensi obat
Instruksikan untuk selalu mengubah posisi
R/ meningkatkan lapisan bagian dalm k.kemih dengan obat-obatan
Instruksikan untuk menunggu berkemih selama beberapa jam
R/ memberikan kontak yang besar dari obat dgn permukan k.kemih
Instruksikan klien untuk toileting dengan hati-hati
R/ mencegah pemajanan pada kemoterapi &imunoterapi yg dikeluarkan
Melalui urine
4.Gangguan citra tubuh R/Y diversi urinarius
Kriteria Evaluasi : citra diri meningkat, terpelihara dan terjaga
Intervensi :
Anjurkan klien utnuk mengungkapkan perasaan mengenai ostomi dan Ca kandung kemih dan dampak yg diharapkan pada gaya hidup
R/ meningkatkan integrasi dari perubahan ke dalam gaya tubuh
Evaluasi perasaan klien mengenai diversi urinarius & efeknya, identitas seksual, hubungan dan citra diri
R/ sebagai data untuk merumuskan rencana askep
Bantu untuk memisahkan penampilan fisik dan perasaan kesehatan
R/ meningkatkan citra diri
Berikan kesempatan untuk berduka atas kehilangan fx k.kemih
R/ memberi waktu untuk mengatasi kehilangan
Izinkan klien untuk ventilasi emosi seperti marah dan rasa bersalah
R/ meningkatkan koping
Pantau apakah klien dapat melihat ostominya
R/ ketidakmampuan memandang ostominya mengindikasikan kesulitan koping.
Diposkan oleh Heri Saputra di Rabu, April 07, 2010 0 komentar Link ke posting ini
Label: ASKEP SISTEM PERKEMIHAN
Jumat, 02 April 2010
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GLUMERULONEFRITIS AKUT
a. Pengertian
Glumerulonefritis akut [ GNA ] adalah penyakit yang menyerang glomeruli dari kedua ginjal, sebagai suatu reaksi imunologi terhadap bakteri atau virus tertentu.

GNA sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun, lebih sering pada pria.
Biasanya didahului oleh infeksi ekstrarenal, terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit.

b. Etiologi :
Faktor etiologinya banyak dan bervariasi :
- Reaksi imunologi : infeksi lupus erythematosus, streptococus.
- Cedera vaskuler : Hipertensi, DM.
- Koagulasi koagulan yang menyebar [ DIC ]

c. Patofisiologi
GNA adalah akibat reaksi antigen antibodi dengan jaringan glumerulus yang menimbulkan bengkak dan kematian sel—sel kapiler [ epitel, membran lapisan bawah, dan endotelium.] Reaksi antigen antibodi mengaktifkan jalur komplemen yang berdampak chemotaksis kepada polymorfonuklear [ PMN ] lekosit dan mengeluarkan ensim lisosomal yang menyerang membran dasar glomerolus yang menimbulkan peningkatan respon pada ketiga jenis sel glomerulus.

Tanda dan gejala yang berefleksi kepada kerusakan glumerulus dan terjadi kebocoran protein masuk kedalam urin [ proteinuri dan eritrosit / hematuri ]. Karena proses penyakit berlanjut terjadilah parut yang berakibat menurunnya filtrasi glumerulus dan berdampak oliguri dan retensi air, sodium dan produk sisa nitrogen. Kesemuanya ini berdampak meningkatnya volume cairan, edem, dan asotemia yang yang ditampilkan melalui napas pendek, edem yang dependen, sakit kepala, lemah dan anoreksia.



d. Gejala klinik
Gejala yang sering adalah hematuri ; kadang-kadang disertai edema ringan disekitar mata / seluruh tubuh umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila payah jantung dan hipertensi.
Bila terjadi kerusakan ginjal maka tekanan darah akan tinggi . Suhu tubuh tidak seberapa tinggi tapi dapat tinggi pada hari pertama . Muntah tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai GNA.







Reaksi imunologi

Bengkak & Kematian
Sel-sel kapiler Glumerolus

Jalur komplemen aktif
[chemotaksis]

ensim lisosomal menyerang BGM

Kerusakan glumerulus
[proteinuri dan hematuri]


timbul parut

fungsi glumerulus berkurang

Pengkajian keperawatan :

1. Identitas Klien:
GNA adalah suatu reaksi imunologi yang sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun lebih sering pada pria
2. Riwayat penyakit sebelumnya :
Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat lupus eritematosus atau penyakit autoimun lain.
3. Riwayat penyakit sekarang : Klien mengeluh kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak sekitar mata dan seluruh tubuh. Tidak nafsu makan, mual , muntah dan diare. Badan panas hanya sutu hari pertama sakit.
4. Pertumbuhan dan perkembangan :
- Pertumbuhan :
BB = 9x7-5/2=29 kg [ Behrman ], menurut anak umur 9 tahun Bbnya adalah BB umur 6 tahun = 20 kg ditambah 5-7 lb pertahun = 26 - 29 kg, tinggi badan anak 138 cm. Nadi 80—100x/menit, dan RR 18-20x/menit,, tekanan darah 65-108/60-68 mm Hg. Kebutuhan kalori 70-80 kal/kgBB/hari. Gigi pemanen pertama /molar ,umur 6-7 tahun gigi susu mulai lepas, pada umur 10—11 tahun jumlah gigi permanen 10-11 buah.
- Perkembangan :
Psikososial : Anak pada tugas perkembangan industri X inferioritas, dapat menyelesaikan tugas menghasilkan sesuatu
Psikoseksual :

5. Pengkajian Perpola
1]. Pola nutrisi dan metabolik:
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi kelebihan beban sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema pada sekitar mata dan seluruh tubuh. Klien mudah mengalami infeksi karena adanya depresi sistem imun. Adanya mual , muntah dan anoreksia menyebabkan intake nutrisi yang tidak adekuat. BB meningkat karena adanya edema. Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.
2]. Pola eliminasi :
eliminasi alvi tidak ada gangguan, eliminasi uri : gangguan pada glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak dapat diekskresi dan terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada tubulus yang tidak mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria sampai anuria ,proteinuri, hematuria.
3]. Pola Aktifitas dan latihan :
Pada Klien dengan kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus karena adanya hiperkalemia. Dalam perawatan klien perlu istirahat karena adanya kelainan jantung dan dan tekanan darah mutlak selama 2 minggu dan mobilisasi duduk dimulai bila tekanan ddarah sudah normaal selama 1 minggu. Adanya edema paru maka pada inspeksi terlihat retraksi dada, pengggunaan otot bantu napas, teraba , auskultasi terdengar rales dan krekels , pasien mengeluh sesak, frekuensi napas. Kelebihan beban sirkulasi dapat menyebabkan pemmbesaran jantung [ Dispnea, ortopnea dan pasien terlihat lemah] , anemia dan hipertensi yang juga disebabkan oleh spasme pembuluh darah. Hipertensi yang menetap dapat menyebabkan gagal jantung. Hipertensi ensefalopati merupakan gejala serebrum karena hipertensi dengan gejala penglihatan kabur, pusing, muntah, dan kejang-kejang. GNA munculnya tiba-tiba orang tua tidak mengetahui penyebab dan penanganan penyakit ini.
4]. Pola tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya uremia. keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus
5]. Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa gatal.
Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi. Hipertemi terjadi pada hari pertama sakit dan ditemukan bila ada infeksi karena inumnitas yang menurun.
6]. Persepsi diri :
Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan perawatan yang lama. Anak berharap dapat sembuh kembali seperti semula
7]. Hubungan peran :
Anak tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh dan lingkungan perawatann yang baru serta kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
8]. Toleransi koping
9]. Nilai keyakinan :
Klien berdoa memohon kesembuhan sebelum tidur.

Pemeriksaan penunjang :
1. LED tinggi dan Hb rendah
2. Kimia darah:
Serum albumin turun sedikit, serum komplemen turun, ureum dan kreatinin naik. Titer antistreptolisin umumnya naik [ kecuali infeksi streptokok yang mendahului mengenai kulit saja ].
3. Jumlah urin mengurang, BJnya rendah , albumin +, erittrosit ++, leukosit + dan terdapat silinder leukosit, Eri dan hialin.
4. Kultur darah dan tenggorokan : ditemukan kuman streptococus Beta Hemoliticus gol A
5. IVP : Test fungsi Ginjal normal pada 50 % penderita
6. Biopsi Ginjal : secara makroskopis ginjal tampak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada kortek. Mikroskopis ttampak hammpir semua glomerulus terkena. Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga lumen dan ruang simpai Bowman , Infiltrasi sel epitelkapsul dan sel PMN dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron tampak BGM tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di sub epitel mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemenn dan antigen streptokokus.


.



Diagnosa keperawatan :
1. Intoleransi aktifitas b.d. kekurangan protein dan disfungsi ginjal
2. Potensial kelebihan volume cairan b.d. retensi air dan natrium serta disfungsi ginjal.
3. Potensial terjadi infeksi [ ISK, lokal, sistemik ] b.d. depresi sistem imun
4. Potensial gangguan perfusi jaringan: serebral/kardiopulmonal b.d. resiko krisis hipertensi.
5. Perubahan integritas kulit b.d. imobilisasi, uremia, kerapuhan kapiler dan edema.
6. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, perawatan dirumah dan instruksi evaluasi.

Rencana keperawatan
1. Intoleransi aktifitas b.d. kekurangan protein dan ddisfungsi ginjal
Tujuan : Klien dapat toleransi dengan aktifitas yang dianjurkan.

Rencana Rasional
1. Pantau kekurangan protein yang berlebihan [ proteinuri, albuminuria ]
2. Gunakan diet protein untuk mengganti protein yang hilang.
3. Beri diet tinggi protein tinggi karbohidrat.
4. Tirah baring

5. Berikan latihan selama pembatasan aktifitas

6. Rencana aktifitas denga waktu istirahat.
7. Rencanakan cara progresif untuk kembali beraktifitas normal ; evaluasi tekanan darah dan haluaran protein urin.
1. Kekurangan protein beerlebihan dapat menimbulkan kelelahan.
2. Diet yang adekuat dapat mengembalikan kehilangan
3. TKTP berfungsi menggantikan
4. Tirah baring meningkatkan mengurangi penggunaan energi.
5. Latihan penting untu kmempertahankan tunos otot
6. Keseimbangan aktifitas dan istirahat mempertahankan kesegaran.
7. Aktifitas yang bertahap menjaga kesembangan dan tidak mmemperparah proses penyakit

2. Potensial kelebihan volume cairan b.d. retensi air dan natrium serta disfungsi ginjal.
Tujuan : Klien tidak menunjukan kelebihan volume cairan
Rencana Rasional
1. Pantau dan laporkan tanda dan gejala kelebihan cairan :
2. Ukur dan catat intak dan output setiap 4-8 jam
3. Catat jumlah dan karakteristik urine
4. Ukur berat jenis urine tiap jam dan timbang BB tiap hari
5. Kolaborasi dengan gi i dalam pembatasan diet natrium dan protein
6. Berikan es batu untuk mengontrol rasa haus dan maasukan dalam perhitungan intak
7. Pantau elektrolit tubuh dan observasi adanya tanda kekurangan elektrolit tubuh
- Hipokalemia : kram abd,letargi,aritmia
- Hiperkalemia : kram otot, kelemahan
- Hipokalsemia : peka rangsang pada neuromuskuler
- Hiperfosfatemia: hiperefleksi,parestesia, kram otot, gatal, kejang
- Uremia : kacau mental, letargi,gelisah
8. Kaji efektifitas pemberian elektrolit parenteral dan oral
1,2. Memonitor kelebihan cairan sehingga dapat dilakukan tindakan penanganan


3,4.Jumlah , karakteristik urin dan BB dapat menunjukan adanya ketidak seimbangan cairan.
5.Natrium dan protein meningkatkan osmolaritas sehingga tidak terjadi retriksi cairan.
7. Rangsangan dingin ddapat merangsang pusat haus
8. Memoonitor adanya ketidak seimbangan elektrolit dan menentukan tindakan penanganan yang tepat.






8.Pemberian elektrolit yang tepat mencegah ketidak seimbangan elektrolit.


3. Potensial terjadi infeksi [ ISK, lokal, sistemik ] b.d. depresi sistem imun
Tujuan : Klien tidak mengalami infeksi setelah diberikan asuhan keperawatan.
Rencana Rasional
1. Kaji efektifitas pemberian imunosupresan


2. Pantau leukosit
3. Pantau suhu tiap 4 jam
4. Perhatikan karakteristik urine, kolaborasi jikka keruh dan berbau
5. Hindari pemakaian alat/kateter pada saluran uriine
6. Pantau tanda dan gejala ISK dan lakukan tindakan pencegahan ISK.
7. Gunakan dan anjurkan tehnik cuci tangan yang baik.
8. Anjurkan pada klien untuk menghindari orang terinfeksi
9. Lakukan pencegahan kerusakan integritas kulit
10. Anjurlkan pasien ambulasi dini.
1.Imunosupresan berfunsi menekan sisteem imun bila pemberiannya tidak ekeftif maka tubbuh akan sangat rentan terhadap infeksi
2.Indikator adanya infeksi
3.Memonitor suhu & mengantipasi infeksi
4. Urine keruh mmenunjukan adanya infeksi saluran kemiih
5. Kateter dapat menjadi media masuknya kuman ke saluran kemih
6. Memonitor adanya infeksi sehingga dapat dilakukan tindakan dengan cepat
7. Tehnik cuci tangan yang baik dapat memutus rantai penularan.
8. Sistim imun yang terganggu memudahkan untu terinfeksi.
9. Kerusakan integritas kulit merupakan hilangnya barrier pertama tubuh

4. Potensial gangguan perfusi jaringan: serebral/kardiopulmonal b.d. resiko krisis hipertensi.
Tujuan : Klien tidak mengalami perubahan perfusi jaringan.
Rencana Rasional
1. Pantau tanda dan gejala krisis hipertensi [ Hipertensi, takikardi, bradikardi, kacau mental, penurunan tingkat kesadaran, sakit kepala, tinitus, mual, muntuh, kejang dan disritmia].
2. Pantau tekanan darah tiap jam dan kolaborasi bila ada peningkatan TD sistole >160 dan diastole > 90 mm Hg
3. Kaji keefektifan obat anti hipertensi
4. Pertahankan TT dalam posisi rendah 1. Krisis hipertensi menyebabkan suplay darah ke organ tubuh berkurang.
2. Tekanan darah yang tinggi menyebabkan suplay darah berkurang.
3. Efektifitas obat anti hipertensi penting untuk menjaga adekuatnya perfusi jarringan.
4. Posisi tidur yang rendah menjaga suplay darah yang cukup ke daerah cerebral

5. Perubahan integritas kulit b.d. imobilisasi, uremia, kerapuhan kapiler dan edema.
Tujuan : Klien tidak menunjukan adanya perubahan integritas kulit selama menjalani perawatan.
Rencana Rasional
1. Kaji kulit dari kemerahan, kerusakan, memar, turgor dan suhu.
2. Jaga kulit tetap kering dan bersih
3. Bersihkan & keringkan daerah perineal setelah defikasi
4. Rawat kulit dengan menggunakan lotion untuk mencegah kekeringan untuk daerah pruritus.
5. Hindari penggunaan sabun yang keras dan kasar pada kulit klien
6. Instruksikan klien untuk tidak menggaruk daerah pruritus.
7. Anjurkan ambulasi semampu klien.
8. Bantu klien untuk mengubah posisi setiap 2 jam jika klien tirah baring.
9. Pertahankan linen bebas lipatan
10. Beri pelindung pada tumit dan siku.
11. Lepaskan pakaian, perhiasan yang dapat menyebabkan sirkulasi terhambat.
12. Tangani area edema dengan hati -hati.
13. Berikan suntikan dengan hati-hati .
14. Perttahankan nutrisi adekuat. 1. Mengantisipasi adanya kerusakan kulit sehingga dapat diberikan penangan dini.
2,3. Kulit yang kering dan bersih tidak mudah terjadi iritasi dan mengurangi media pertumbuhan kuman.
4. Lotion dapat melenturkan kulit sehingga tidak mudah pecah/rusak.
5.Sabun yang keras dapat menimbulkan kekeringan kulit dan sabun yang kasar dapat menggores kulit.
6. Menggaruk menimbulkan kerusakan kulit.
7,8.Ambulasi dan perubahan posisi meningkatkan sirkulasi dan mencegah penekanan pada satu sisi.
10. Lipatan menimbulkan ttekanan pada kulit.
11. Sirkulasi yang terhambat memudahkan terjadinya kerusakan kulit..
12. Elastisitas kulit daerah edema sangat kurang sehingga mudah rusak
14. Nutrisi yang adekuat meningkatkan pertahanan kulit





DAFTAR PUSTAKA

Tucker Mrrtin, at al. [1998] , Standar Perawatan Pasien, “ Proses Keperawatan, Diagnosa, dan evaluasi “, EGC, Jakarta.

Long Barbara C.,[1989], Essential of Medical-Surgikal Nursing a Nursing Process Approach, The CV Mosby Company St Louis, USA.

Junadi Purnaman, at al , [1997] Kapita Selekta Kedokteran , Media Aeskulapius, Jakarta.

BAB II
TINJAUAN KASUS

Ruangan: Anak C RSUD Dr. Soetomo Surabaya
A. Pengkajian
Dilakukan pada tanggal : 27 Agustus 2001
1. Identitas Klien
Nama : An. D.
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat/tgl lahir : 12 September 1992
Umur : 9 tahun
Anak ke : 1
Nama ayah : Tn.S.
Nama ibu : Ny. N.S.
Pendidikan ayah : SD
Pendidikan Ibu : SD
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Jln. Mangga nomor Kediri
Tanggal masuk : 16 Agustus 2001
Diagnose medis : GNA + GGA +Krisis Hipertensi
Sumber informasi : Catatan medis, Orang tua dan klien sendiri.

2. Riwayat keperawatan
a. Sekarang
Keluhan utama : Seluruh badan terasa gatal terus menerus sejak masuk RS., gatal tidak hilang walaupun digaruk usaha yang dilakukan untuk menghilangkan dengan menggaruk atau memberi bedak dan badan terasa lemas ingin tidur.
Riwayat penyakit :
Badan bengkak terutama diwajah kemudian tangan dan kaki, sudah dibawa ke Puskesmas tetapi tidak ada perubahan : bengkak tidak berkurang, mual dan muntah setiap makan dan minum, anak tampak pucat 4 hari, kemudian dirujuk ke RS Jombang.
Riwayat selama di rawat di RS Jombang :
Anak masuk dengan BB 15 kg, sesak -, batuk -, munah +, makan 3-4 kali sehari, pada tanggal 15 – 8 - 2001 pukul 13.00 WIB kejang { kepala melirik tangan dan kaki biasa ] selama 5 meni, kejang hilang tanpa obat, anak menangis setelah kejang. Di RS Jombang di rawat selama 1 minggu, bengkak pada kaki dan tangan berkurang sedangkan bengkak diperut bertambah. Kemudian klien dirujuk ke RSUD Dr Soetomo atas indikasi :
b. Sebelumnya:
Prenatal : Normal (menurut keluarga), ibu selalu kontrol ke Puskesmas dan ibu tidak minum obat-obatan atau jamu pada saat hamil.
Natal : LahirSpontan umur kehamilan 8 bulan ditolong bidan,BBL 1.6 kg, saat lahir tangis tidak keras
Post natal : ASI hingga 4 bulan, penyakit yang sering diderita kadang-kadang badan panas.
Luka operasi : Tidak ada
Alergi : Tidak ada
Tumbuh kembang :
- Tumbuh gigi umur 6 bulan
- Tengkurep umur 6 bulan
- Duduk umur 8 bulan
- Berdiri umur 9,5 bulan
- Berjalan umur 13 bulan
- Naik sepeda umur 2 tahun
- Tk umur 6 tahun
- SD umur 7 tahun
- Sekarang kelas III SD dengan prestasi baik yaitu masuk 10 besar sebelum sakit anak sering mengeluh capek karena pelajaran tambah banyak dan biasa bermain dengan teman sebaya di sekolah maupun di rumah.
Psikososial : Anak selama ini sangat dekat dengan orang tuanya,kakek nenek dan dan budenya. Dirumah biasanya selalu bermain dengan teman sebaya. Sejak masuk RS anak hanya berbaring di TT.
Psikoseksual : anak malu jika ditanyai masalah perkembagan seksualnya
Imunisasi : Lengkap, scar BCG +.
Status gizi : BB 17 kg lingkar lengan 14,5 cm, LK 48 cm, LD 62 cm.Makan sedikit/ 1/3 porsi yang disediakan RS, “makanan ndak enak rasanya mani “. Ibu klien selalu mencampur sayur dengan gula yang disediakan dari RS untuk campuran susu karena setelah mencicipi sayur rasanya asin.
Interaksi : Komunikasi dengan bahasa Indonesia dan bahasa jawa dan komunikatif.
Komposisi keluarga : An. D adalah dari pasangan Tn. S. Dan Ny. N.S. Klien tinggal serumah dengan kedua orang tuanya..
Lingkungan rumah dan komunitas : Keluarga tinggal di desa dengan kehidupan sebagai petani.
Kultur dan kepercayaan : Keluarga merupakan penganut agama islam yang taat dan percaya bahwa penyakit yang diderita oleh anaknya disebabkan oleh kelainan dari tubuh anaknya.
Fungsi dan hubungan keluarga: Keluarga kompak dan komunikasi serta peran antar anggota keluarga sesuai dengan tanggung - jawabnya.
Perilaku yang mempengaruhi kesehatan : Tidak ada perilaku khusus yang dapat mengancam kesehatan keluarga, hanya anak sering jajan makanan kecil seperti chiki-chikian.
Persepsi keluarga tentang penyakit klien : Keluarga yakin, bahwa penyakit An. D timbul akibat kelainan dalam tubuh An. D, bukan karena gangguan ilmu hitam. Keluarga mengatakan tidak tahu tentang penyakit yang diderita anaknya secara pasti. Keluarga mengatakan bagaimana nantinya keadaan anaknya.


c. Pola fungsi kesehatan
1. Pertumbuhan dan perkembangan :
- Pertumbuhan :
BB 17 kg, TB 108 cm. Nadi 80—100x/menit, dan RR 24x/menit, tekanan darah 130/100 mm Hg. Gigi pemanen pertama /molar ,umur 6-7 tahun gigi susu mulai lepas.
- Perkembangan :
2. Pola nutrisi dan metabolik:
Suhu badan36.5 derajat celcius. Edema anasarka. Mual - , muntah - dan anoreksia + makan hanya 1/3 porsi yang disiapkan RS. BB 17 kg. Gatal-gatal pada seluruh badan “ badanku gatal sekali “. Kulit tampak kering, kasar bersisik
3. Pola eliminasi :
Abd distensi , meterismus +, BU + normal, nyeri tekan -, pembesaran hepar dan lien -, tidak teraba masa. “ Diana belum bisa kebelakang sejak 2 hari “. BAK , klien terpasang kateter, urin warna kuning muda dan jernih,keruh -, darah -.
4. Pola Aktifitas dan latihan :
Klien merasa lemas dan rasa ingin tidur, “ ngantuk “ klien tanpak tidur pulas kekuatan otot dan tonus. Sesak napas - , RR 24 x/menit, retraksi dada -, pengggunaan otot bantu napas-, teraba , auskultasi terdengar rales dan krekels . Tekanan darah 130/100 mm Hg , ensi tidak stabil dan klien mendapat terapi nifedifin 6 x 1,7 mg sub lingual dan dapat extra bila diastole lebih /sama dengan 100 mm Hg maksimak 10 x pemberiaan. Dari thorak foto ditemukan Cor membesar bentuk normal CTR 57 %, edema pulmonal + efusi pleura bilateral minimal. Klien tampak pucat, tgl 20/8/2001 Hb 9.8 gr % . Penglihatan kabur -, pusing-, muntah-, dan kejang-. Ibu menanyakan penyebab penyakit anaknya, “ Saya heran tiba-tiba Diana bengkak panas cuma sehari, padahal dissini sudah 11 hari tapi tidak sembuh, bengkaknya tetap “. Ibu tampak murung.
5. Pola tidur dan istirahat :
“ Kalau malam Diana ndak bisa tidur tapi kalau siang tidur terus “. Sesak saat tidur -. Anak tidur dengan posisi tetap dan lemah.
6. Kognitif & perseptual :
7. Persepsi diri :
8. Hubungan peran :
Anak tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh dan lingkungan perawatann yang baru serta kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
9. Toleransi koping
10. Nilai keyakinan :
Klien berdoa memohon kesembuhan sebelum tidur.

d. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
- Hb : 10,9 %/dl - RBC : 3.380.000 %/dl - Leuko 3100 %/dl
- Trombo cukup - Ansositois + - Hipokrom +
- Alb : 13,8 dl
Foto : Pembesaran pada jantung tetapi dalam batas normal
Therapi :

Analisis data

Data-data Masalah Etiologi
1.S : Kel mual -, sakit kepala -
O: Kesadaran CM, TD 130/100 mmHg, Nadi 100x/menit, Kejang - , muntah -, capilary reffil 3 detik.
2.S : Ibu mengatakan “ bengkaknya sepertinya bertambah.
O : Oedema anasarka, Acites, efusi pleura minimal, TD 130/100 mm Hg, BB 17 kg, RR 24 x/menit, rales + disemua lapang paru. Protein uri
Albuminemia
3. S : “ Rasa gatal pada seluruh badan “
O : Kulit kering . Klien tampak menggaruk-garuk kulit, Tampak memar pada daerah bekas insisi jarum HD
4.S : “ Rasa gatal pada seluruh badan “
O: Terpasang kateter nelaton
Leukosit darah tgl20/8/01 14.600 , leukisit urine +, LED 58 / 1jam.
5. S : Pasien mengatakan “ Badan lemes rasa ingin tidur.
O : Pasien tampak tidur pulas

6. S : “ Makannya sedikit hanya 1/3 porsi , anak minta makan bakso”. ‘Sebelum sakit anak juga makan sedikit , anak memang kurus .
O : BB 17 kg, LLA cm, makan 1/3 porsi, Bone Age : umur tulang seperti tulang umur 83 bulan
Perfusi jaringan : cerebral / kardiopulmonal


Cairan









Integritas kulit





infeksi





Aktifitas



nutrisi
Resiko krisis Hipertensi berulang.


Retensi air dan nattrium sekunder terhadap disfungsi ginjal






Uremia





Depresi sistem imun




Kekurangan protein dan / disfungsi ginjal

anoreksia dan pembatasan diet.




Diagnosa keperawatan :
1. Resiko gangguan perfusi jaringan: serebral/kardiopulmonal b.d. resiko krisis hipertensi.
2. Resiko kelebihan volume cairan b.d. retensi air dan natrium serta disfungsi ginjal
3. Perubahan integritas kulit b.d. imobilisasi, uremia, kerapuhan kapiler dan edema
4. Resiko tinggi terjadi infeksi [ ISK, lokal, sistemik ] b.d. depresi sistem imun
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia dan pembatasan diet
6. Intoleransi aktifitas b.d. kekurangan protein dan disfungsi ginjal
Rencana keperawatan
1. Resiko gangguan perfusi jaringan: serebral/kardiopulmonal b.d. resiko krisis hipertensi.
Tujuan : Klien tidak mengalami gangguan perfusi jaringan setelah diberikan perawatan 14 hari.
Kriteria hasil :
- Kesadaran CM
- Tekanan darah 65-108/60-68 mm Hg.
- Fungsi Jantung normal : capillary reffil < 3 detik, cianosis -. Rencana Rasional 1. Pantau tanda dan gejala krisis hipertensi [ Hipertensi, takikardi, bradikardi, kacau mental, penurunan tingkat kesadaran, sakit kepala, tinitus, mual, muntuh, kejang dan disritmia], dan adanya gangguan perfusi jaringan 2. Pantau tekanan darah tiap jam dan kolaborasi bila ada peningkatan TD sistole >160 dan diastole > 90 mm Hg
6. Kaji keefektifan obat anti hipertensi
7. Pertahankan TT dalam posisi rendah 1. Krisis hipertensi menyebabkan suplay darah ke organ tubuh berkurang.
2. Tekanan darah yang tinggi menyebabkan suplay darah berkurang.
3. Efektifitas obat anti hipertensi penting untuk menjaga adekuatnya perfusi jarringan.

4. Posisi tidur yang rendah menjaga suplay darah yang cukup ke daerah cerebral

2. Potensial kelebihan volume cairan b.d. retensi air dan natrium serta disfungsi ginjal.
Tujuan : Klien tidak menunjukan tanda dan gejala kelebihan volume cairan setelah diberikan perawatan selama 14 hari
Kriteria hasil :
- BB stabil
- Bunyi napas normal : rales -, rhonchi -.
- Oedema –, TD 65-108/60-68 mm Hg.
Rencana Rasional
1. Pantau dan laporkan tanda dan gejala kelebihan cairan :
2. Ukur dan catat intak dan output setiap 4-8 jam
3. Ukur dan catat intak dan output setiap 4-8 jam
4. Catat jumlah dan karakteristik urine
5. Ukur berat jenis urine tiap jam dan timbang BB tiap hari
6. Kolaborasi dengan gi i dalam pembatasan diet natrium dan protein
7. Berikan es batu untuk mengontrol rasa haus dan maasukan dalam perhitungan intak
8. Pantau elektrolit tubuh dan observasi adanya tanda kekurangan elektrolit tubuh
- Hipokalemia : kram abd,letargi,aritmia
- Hiperkalemia : kram otot, kelemahan
- Hipokalsemia : peka rangsang pada neuromuskuler
- Hiperfosfatemia: hiperefleksi,parestesia, kram otot, gatal, kejang
- Uremia : kacau mental, letargi,gelisah
9. Kaji efektifitas pemberian elektrolit parenteral dan oral
1,2. Memonitor kelebihan cairan sehingga dapat dilakukan tindakan penanganan


3,4.Jumlah , karakteristik urin dan BB dapat menunjukan adanya ketidak seimbangan cairan.
5.Natrium dan protein meningkatkan osmolaritas sehingga tidak terjadi retriksi cairan.
7..Rangsangan dingin ddapat merangsang pusat haus
8..Memonitor adanya ketidak seimbangan elektrolit dan menentukan tindakan penanganan yang tepat.






9. Pemberian elektrolit yang tepat mencegah ketidak seimbangan elektrolit.

3. Perubahan integritas kulit b.d. imobilisasi, uremia, kerapuhan kapiler dan edema.
Tujuan : Klien tidak menunjukan kerusakan integritas kulit setelah diberikan perawatan 14 hari.
Kriteria hasil :
- Kulit hangat, kering, dan utuh, turgor baik
- Pasien mengatakan tak ada pruritus
Rencana Rasional
1. Kaji kulit dari kemerahan, kerusakan, memar, turgor dan suhu.
2. Jaga kulit tetap kering dan bersih
3. Bersihkan & keringkan daerah perineal setelah defikasi
4. Rawat kulit dengan menggunakan lotion untuk mencegah kekeringan untuk daerah pruritus.
5. Hindari penggunaan sabun yang keras dan kasar pada kulit klien
6. Instruksikan klien untuk tidak menggaruk daerah pruritus.
7. Anjurkan ambulasi semampu klien.
8. Bantu klien untuk mengubah posisi setiap 2 jam jika klien tirah baring.
9. Pertahankan linen bebas lipatan
10. Beri pelindung pada tumit dan siku.
11. Lepaskan pakaian, perhiasan yang dapat menyebabkan sirkulasi terhambat.
12. Tangani area edema dengan hati -hati.
13. Berikan suntikan dengan hati-hati .
14. Pertahankan nutrisi adekuat. 1. Mengantisipasi adanya kerusakan kulit sehingga dapat diberikan penangan dini.
2,3. Kulit yang kering dan bersih tidak mudah terjadi iritasi dan mengurangi media pertumbuhan kuman.
4. Lotion dapat melenturkan kulit sehingga tidak mudah pecah/rusak.
5. Sabun yang keras dapat menimbulkan kekeringan kulit dan sabun yang kasar dapat menggores kulit.
15. Menggaruk menimbulkan kerusakan kulit.
7,8.Ambulasi dan perubahan posisi meningkatkan sirkulasi dan mencegah penekanan pada satu sisi.
10. Lipatan menimbulkan ttekanan pada kulit.
11.Sirkulasi yang terhambat memudahkan terjadinya kerusakan kulit..
12,13. Elastisitas kulit daerah edema sangat kurang sehingga mudah rusak
14. Nutrisi yang adekuat meningkatkan pertahanan kulit

4. Potensial terjadi infeksi [ ISK, lokal, sistemik ] b.d. depresi sistem imun
Tujuan : Klien tidak mengalami infeksi setelah diberikan perawatan
Kriteria hasil :
- Suhu 36 –37 derajat celsius
- Leukosit darah 5000 – 10.000
- Leukosit urine –, urine berwarna kuning jernih
- Kulit kering dan utuh
Rencana Rasional
1. Kaji efektifitas pemberian imunosupresan


2. Pantau leukosit
3. Pantau suhu tiap 4 jam
4. Perhatikan karakteristik urine, kolaborasi jikka keruh dan berbau
5. Hindari pemakaian alat/kateter pada saluran uriine
6. Pantau tanda dan gejala ISK dan lakukan tindakan pencegahan ISK.
7. Gunakan dan anjurkan tehnik cuci tangan yang baik.
8. Anjurkan pada klien untuk menghindari orang terinfeksi
9. Lakukan pencegahan kerusakan integritas kulit
10. Anjurlkan pasien ambulasi dini.
1.Imunosupresan berfunsi menekan sisteem imun bila pemberiannya tidak ekeftif maka tubbuh akan sangat rentan terhadap infeksi
2.Indikator adanya infeksi
3.Memonitor suhu & mengantipasi infeksi
4. Urine keruh mmenunjukan adanya infeksi saluran kemiih
5. Kateter dapat menjadi media masuknya kuman ke saluran kemih
6. Memonitor adanya infeksi sehingga dapat dilakukan tindakan dengan cepat
7. Tehnik cuci tangan yang baik dapat memutus rantai penularan.
8. Sistim imun yang terganggu memudahkan untu terinfeksi.
9. Kerusakan integritas kulit merupakan hilangnya barrier pertama tubuh
10.Ambulasi dini meningkatkan sirkulasi darah dan hidrasi dan mengegah terjadinya stasis cairan

5. Intoleransi aktifitas b.d. kekurangan protein dan disfungsi ginjal
e. Tujuan : Klien dapat toleransi dengan aktifitas yang dianjurkan selama menjalani perawatan.
Kriteria hasil :
- Tidak menunjukan adanya kontraktur
- Kelemahan -, kelelahan -
- Klien beraktifitas pasif dan aktif
Rencana Rasional
1. Pantau kekurangan protein yang berlebihan [ proteinuri, albuminuria ]
2. Gunakan diet protein untuk mengganti protein yang hilang.
3. Beri diet tinggi protein tinggi karbohidrat.
4. Tirah baring

5. Berikan latihan pasif selama pembatasan aktifitas
6. Rencana aktifitas dengan waktu istirahat.
7. Rencanakan cara progresif untuk kembali beraktifitas normal ; evaluasi tekanan darah dan haluaran protein urin.
8. Kaji tingkat kemampuan anak 1. Kekurangan protein beerlebihan dapat menimbulkan kelelahan.
2. Diet yang adekuat dapat mengembalikan kehilangan
3. TKTP berfungsi menggantikan
4. Tirah baring meningkatkan mengurangi penggunaan energi.
5. Latihan penting untu kmempertahankan tunos otot
6. Keseimbangan aktifitas dan istirahat mempertahankan kesegaran.
7. Aktifitas yang bertahap menjaga kesembangan dan tidak mmemperparah proses penyakit
8. Memonitor kemampuan anak sehingga aktifitas dapat ditingkatkan.

6.. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia dan pembatasan diet.
Tujuan : Klien dapat mempertahankan status nutrisi yang adekuat setelah diberikan perawatan hari
Kriteria hasil :
- Porsi makanan yang disediakan dihabiskan
- Mual dan muntah -
- Berat badan stabil seperti sebelum sakit [ BB seharusnya 26 – 29 kg ] sesuai dengan umur, tipe tubuh.
- Albumin darah 3.5 – 4,5
- Hb,Ht dan sat besi dalam batas normal
Rencana Rasional
1. Kaji status nutrisi klien
2. Pantau BB klien tiap pagi..
3. Kolaborasi dengan tentang diet, kebutuhan kalori dan hal-hal yang lebih disukai klien..
4. Berikan kesempatan klien untuk mengemukakan perasaannya tentang diet.
5. Bersikap empati dan beri penjelasan tentang batasa diet.
6. Lakukan oral higiene
7. Berikan makan sedikit tapi sering.
8. Hentikan makan bila klien merasa mual
9. Ajarkan cara mencegah terjadinya muntah.
10. Berikan lingkungan yang menyenang selama makan
11. Pantau persentase makanan yang dimakan.
12. Kolaborasi dalam pemeriksaan albumin darah, protein darah dan Hb, Ht, Fe.
1. Mengetahui status nutrisi untuk menetukan kebutuhan nutrisi.
2. BB merupakan indikator nutrisi yang adekuat
3. Kolaborasi untuk asupan nutrisi yang adekuat.
4,5Mengetahui masalah anak dalam pemenuhan nutrisi sehingga dapat ditangani dengan tepat
6 Higiene oral yang baik meningkatkan sensitifitas pengecap
7 Porsi sedikit tapi sering mencegah muntah karena adanya penekanan abd .
Mual dan muntah mnghambat asupan nutrisi
10 Lingkungan yang mendukung akan meningkatkan selera makan anak
11 Jumlah makanan yang dimakan menentukan apakah intake nutrisi adekuat
12 Kadar albumin, Hb dan Fe menentukan kecukupan nutrisi

Diagnosa keperawatan :
1. Resiko gangguan perfusi jaringan: serebral/kardiopulmonal b.d. resiko krisis hipertensi.
2. Resiko kelebihan volume cairan b.d. retensi air dan natrium serta disfungsi ginjal
3. Perubahan integritas kulit b.d. imobilisasi, uremia, kerapuhan kapiler dan edema
4. Resiko tinggi terjadi infeksi [ ISK, lokal, sistemik ] b.d. depresi sistem imun
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia dan pembatasan diet
6. Intoleransi aktifitas b.d. kekurangan protein dan disfungsi ginjal

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN GLUMERULONEFRITIS AKUT
DI RUANG ANAK RSUD DR SOETOMO
SURABAYA


f. Pengertian
Glumerulonefritis akut [ GNA ] adalah penyakit yang menyerang glomeruli dari kedua ginjal, sebagai suatu reaksi imunologi terhadap bakteri atau virus tertentu.

GNA sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun, lebih sering pada pria.
Biasanya didahului oleh infeksi ekstrarenal, terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit.

Tindakan keperawatan
Waktu No. Dx. Kep Tindakan Paraf perawat
Selasa
28-8-01
07.30 WIB









08.00 WIB





09.15 WIB







10.00 WIB
























12.00 WIB











13.00 WIB














13.15 WIB
1.












2.













3.























4.











5.















6






















1. Memantau tanda dan gejala krisis hipertensi [ T 140/100, Nadi 100x/menit, kacau mental-, penurunan tingkat kesadaran-, sakit kepala-, tinitus-, mual-, muntah-, kejang- dan disritmia -].
2. Memantau tekanan darah tiap jam dan kolaborasi bila ada peningkatan TD sistole >160 dan diastole > 90 mm Hg
3. Kaji keefektifan obat anti hipertensi / Nifedipin 1,9 mg dan memberikan extra saat TD diastol > 100 mm Hg, ‘ suster tensinya kenapa ndak turun-turun yaa ?. Menjelaskan bahwa tensi tidak bisa stabil/ baik dengan cepat, perlu waktu dan ibu diharapkan bersabar.
4. Mempertahankan TT dalam posisi rendah

1. Pantau dan laporkan tanda dan gejala kelebihan cairan : edema anasarka,
2. Menghitung intake dan output hari sebelumnya : minum 600 cc, infus 340 cc , urin 700 cc perkateter warna kuning jernih, endapan -.
3. Menimbang BB 18 kg
4. Kolaborasi dengan gi i dalam pembatasan diet natrium dan protein
5. Mendiskusikan dengan ibu tentang pembatasan cairan, rencana minum hari ini, cara mengukur jumlah minum dan pentingnya mengukur intake output.
6. Membujuk anak agar mau minum sesuai jumlah yang ditentukan sedikit demi sedikit

1. Mengkaji kulit : kemerahan -, kerusakan -, memar+ bekas insersi jarum HD dan infus di rawat dengan bioplasenton, turgor kurang dan suhu 36.6 derajat Celcius. “ punggungku gatal bu “
2. Menjelaskan kepada ibu untuk :
a. Menjaga kulit tetap kering dan bersih
b. Menbersihkan & keringkan daerah perineal setelah defikasi
c. Merawat kulit dengan menggunakan lotion untuk mencegah kekeringan untuk daerah pruritus.
d. Menggunakan sabun yang lembut
e. tidak menggaruk daerah pruritus menggunakan kuku tetapi menggunakan ujung jari.
f. Menganjurkan beraktifiitas semampu klien.
g. mengubah posisi setiap 2 jam.
h. Mempertahan linen bebas lipatan
i. Menangani area edema dengan hati -hati
3. Mencegah terjadinya penekanan pada daerah yang menonjol dan tertekan.
4. Merawat daerah insersi infus dengan tehnik septik aseptik
5. Mempertahankan nutrisi adekuat dengan menjelaskan kepada ibu untuk memberikan makan sedikit demi sedikit semampu anak

1. Memantau diet yang diberikan [ diet protein untuk mengganti protein yang hilang.]
2. Menjelaaskan diet anak kepada ibu klien yaitu tinggi protein tinggi karbohidrat.
3. Memberikan latihan pasif dengan menggerakan tangan dan kaki semampu anak dan menganjurkan berubah posisi tidur
4. Memberikan kesempatan klien untuk tirah baring.
5. Merencanakan untuk aktifitas dengan waktu istirahat yang seimbang dengan ibu klien, evaluasi tekanan darah sebelum dan setelahnya.

1. Memantau suhu tiap 4 jam : suhu 36.5 derajat Celsius
2. Memperhatikan karakteristik urine : urine jrrnih, endapan -, darah-, warna kuning .
3. Menjelaskan kepada ibu untuk menjaga kebersihan kateter dengan cara membersihkan daerah genitalia dari depan kebelakang dan membersihkan kateter / mendemontrasikan caranya. Ibu mengangguk.
4. Memantau tanda dan gejala ISK: kemerahan dan sakit disekitar urofisium -.
5. Menjelaskan kepada ibu tehnik septik aseptik: mencuci tangan sebelum dan sesudah merawat anak, menjaga alat-alat makan yang bersih, menjaga kebersihan perseorangan.
6. Menganjurkan pada ibu untuk membatasi pengunjung terutama yang sedang sakit.
7. Pantau leukosit

1. Mengkaji status nutrisi klien : makan sedikit, susu hangat diminum 50 cc
2. BB 18 kg.
3. Kolaborasi dengan tentang diet, kebutuhan kalori dan hal-hal yang lebih disukai klien..
4. Memberikan kesempatan klien untuk mengemukakan perasaannya tentang diet. “ makanannya tidak enak , aku mau bakso “
5. Bersikap empati dan memberi penjelasan tentang batasan diet kepada anak .
6. Menganjurkan kepada ibu membersihkan gigi/mulut anak.
7. Kolaborasi dalam pemeriksaan albumin darah, protein darah dan Hb, Ht, Fe.
8. Menjelaskan kepada ibu untuk memberikan makan sedikit tapi sering dan menghentikan makan bila klien mual / muntah
9. Mengajarkan cara mencegah muntah dengan menarik napas panjang dari hidung dan mengeluarkan dari mulut..
10. Mendiiskusikan dengan ibu untuk membuat anak senang saat akan makan dan selama makan.
11 Klien makan 1/3 porsi nasi ¼ porsi lauk
Catatan Perkembangan
Waktu No.Dx.Kep. Catatan Perkembangan [SOAP] Parap perawat
Selasa
28/8/01 1.








2.






3.




4..







5.






6.
S : Suster tensinya kenapa ndak turun-turun ya ?

O : Kesadaran CM
Tekanan darah 130/100 mm Hg
Fungsi Jantung normal : capillary reffil < 3 detik, cianosis -.
A : Masalah mulai diatasi
P : Teruskan semua rencana

S : Hari ini beratnya naik 17 kg
O : BB 18 kg
Bunyi napas normal : rales -, rhonchi -.
Oedema anasarka, TD 65-108/60-68 mm Hg.
A : Masalah mulai diatasi
P : Teruskan rencana

S : Pasien mengatakan gatal masih tetap
O : Kulit hangat, kering, pruritus +, iritasi kulit -.
A : Masalah mulai diatasi
P : Teruskan rencana

S : Badan tidak panas, kencing tidak berdarah
O : Suhu 36 –37 derajat celsius
Leukosit darah 5000 – 10.000
Leukosit urine –, urine berwarna kuning jernih
Kulit kering dan utuh
A : Masalah mulai ditangani
P : teruskan rencana

S : Diana tidur terus .
O : - kontraktur -
- Anak tidur terkulai, tampak lemah -
- Klien beraktifitas kalau ddibantu
A : Masalah mulai diatasi
P : Teruskan rencana

S : Makannya sedikit
O : muntah -, porsi yang disediakan tidak dihabiska 1/3 porsi
Berat badan 18 kg.
Albumin darah 4 – 6 , protein total :.......
Hb,Ht dan sat besi dalam batas normal
A : Masalah mulai diatasi
P : Teruskan rencana

Catatan Perkembangan
Waktu No.Dx.Kep. Catatan Perkembangan [SOAP] Parap perawat
Rabo
29/8/01








































1.








2.






3.




4..







5.






6.
S : Suster tensinya kenapa ndak turun-turun ya ?

O : Kesadaran CM
Tekanan darah 130/100 mm Hg
Fungsi Jantung normal : capillary reffil < 3 detik, cianosis -.
A : Masalah mulai diatasi
P : Teruskan semua rencana

S : Hari ini beratnya naik 1 kg
O : BB 18 kg
Bunyi napas normal : rales -, rhonchi -.
Oedema anasarka, TD 65-108/60-68 mm Hg.
A : Masalah mulai diatasi
P : Teruskan rencana

S : Pasien mengatakan gatal masih tetap
O : Kulit hangat, kering, pruritus +, iritasi kulit -.
A : Masalah mulai diatasi
P : Teruskan rencana

S : Badan tidak panas, kencing tidak berdarah
O : Suhu 36 –37 derajat celsius
Leukosit darah 5000 – 10.000
Leukosit urine –, urine berwarna kuning jernih
Kulit kering dan utuh
A : Masalah mulai ditangani
P : teruskan rencana

S : Diana tidur terus .
O : - kontraktur -
- Anak tidur terkulai, tampak lemah -
- Klien beraktifitas kalau ddibantu
A : Masalah mulai diatasi
P : Teruskan rencana

S : Makannya sedikit
O : muntah -, porsi yang disediakan tidak dihabiska 1/3 porsi
Berat badan 18 kg.
Albumin darah 4 – 6 , protein total :.......
Hb,Ht dan sat besi dalam batas normal
A : Masalah mulai diatasi
P : Teruskan rencana

Catatan Perkembangan
Waktu No.Dx.Kep. Catatan Perkembangan [SOAP] Parap perawat
Kamis
30/8/01 1.








2.






3.




4..







5.






6.
S : Suster tensinya kenapa ndak turun-turun ya ?

O : Kesadaran CM
Tekanan darah 130/100 mm Hg
Fungsi Jantung normal : capillary reffil < 3 detik, cianosis -.
A : Masalah mulai diatasi
P : Teruskan semua rencana

S : Hari ini beratnya naik 1 kg
O : BB 18 kg
Bunyi napas normal : rales -, rhonchi -.
Oedema anasarka, TD 65-108/60-68 mm Hg.
A : Masalah mulai diatasi
P : Teruskan rencana

S : Pasien mengatakan gatal masih tetap
O : Kulit hangat, kering, pruritus +, iritasi kulit -.
A : Masalah mulai diatasi
P : Teruskan rencana

S : Badan tidak panas, kencing tidak berdarah
O : Suhu 36 –37 derajat celsius
Leukosit darah 5000 – 10.000
Leukosit urine –, urine berwarna kuning jernih
Kulit kering dan utuh
A : Masalah mulai ditangani
P : teruskan rencana

S : Diana tidur terus .
O : - kontraktur -
- Anak tidur terkulai, tampak lemah -
- Klien beraktifitas kalau ddibantu
A : Masalah mulai diatasi
P : Teruskan rencana

S : Makannya sedikit
O : muntah -, porsi yang disediakan tidak dihabiska 1/3 porsi
Berat badan 18 kg.
Albumin darah 4 – 6 , protein total :.......
Hb,Ht dan sat besi dalam batas normal
A : Masalah mulai diatasi
P : Teruskan rencana

Catatan Perkembangan
Waktu No.Dx.Kep. Catatan Perkembangan [SOAP] Parap perawat
Jumat
31/8/01 1.








2.






3.




4..







5.






6.
S : Suster tensinya kenapa ndak turun-turun ya ?

O : Kesadaran CM
Tekanan darah 130/100 mm Hg
Fungsi Jantung normal : capillary reffil < 3 detik, cianosis -.
A : Masalah mulai diatasi
P : Teruskan semua rencana

S : Hari ini beratnya naik 1 kg
O : BB 18 kg
Bunyi napas normal : rales -, rhonchi -.
Oedema anasarka, TD 65-108/60-68 mm Hg.
A : Masalah mulai diatasi
P : Teruskan rencana

S : Pasien mengatakan gatal masih tetap
O : Kulit hangat, kering, pruritus +, iritasi kulit -.
A : Masalah mulai diatasi
P : Teruskan rencana

S : Badan tidak panas, kencing tidak berdarah
O : Suhu 36 –37 derajat celsius
Leukosit darah 5000 – 10.000
Leukosit urine –, urine berwarna kuning jernih
Kulit kering dan utuh
A : Masalah mulai ditangani
P : teruskan rencana

S : Diana tidur terus .
O : - kontraktur -
- Anak tidur terkulai, tampak lemah -
- Klien beraktifitas kalau ddibantu
A : Masalah mulai diatasi
P : Teruskan rencana

S : Makannya sedikit
O : muntah -, porsi yang disediakan tidak dihabiska 1/3 porsi
Berat badan 18 kg.
Albumin darah 4 – 6 , protein total :.......
Hb,Ht dan sat besi dalam batas normal
A : Masalah mulai diatasi
P : Teruskan rencana
Diposkan oleh Heri Saputra di Jumat, April 02, 2010 0 komentar Link ke posting ini
Label: ASKEP SISTEM PERKEMIHAN
Rabu, 24 Maret 2010
ASKEP PYELONEFRITIS
Definisi
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis.
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan jaringan interstinal dari salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).
Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen atau retrograd aliran ureterik (J. C. E. Underwood, 2002: 668)
B. Etiologi
1. Bakteri (Escherichia coli, Klebsielle pneumoniac, Streptococus fecalis, dll). Escherichia coli merupakan penyebab 85% dari infeksi (www.indonesiaindonesia.com/f/10918-pielonefritis).
2. Obstruksi urinari track. Misal batu ginjal atau pembesaran prostat
3. Refluks, yang mana merupakan arus balik air kemih dari kandung kemih kembali ke dalam ureter.
4. Kehamilan
5. Kencing Manis
6. Keadaan-keadaan menurunnya imunitas untuk malawan infeksi.

C. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling umum dapat berupa demam tiba-tiba. Kemudian dapat disertai menggigil, nyeri punggung bagian bawah, mual, dan muntah. Pada beberapa kasus juga menunjukkan gejala ISK bagian bawah yang dapat berupa nyeri berkemih dan frekuensi berkemih yang meningkat.
Dapat terjadi kolik renalis, di mana penderita merasakan nyeri hebat yang desebabkan oleh kejang ureter. Kejang dapat terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi. Bisa terjadi pembesaran pada salah satu atau kedua ginjal. Kadang juga disertai otot perut berkontraksi kuat.
Pada pielonefritis kronis, nyerinya dapat menjadi samar-samar dan demam menjadi hilang timbul atau malah bisa tidak ditemukan demam sama sekali.

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Whole blood
2. Urinalisis
3. USG dan Radiologi
4. BUN
5. creatinin
6. serum electrolytes

E. Komplikasi
Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut (Patologi Umum & Sistematik J. C. E. Underwood, 2002: 669):
• Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila guinjal, terutama pada penderita diabetes melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.
• Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.
• Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.

Komplikasi pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut), hipertensi, dan pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai urea, yang mangakibatkan terbentuknya batu) (Brunner&Suddarth, 2002: 1437).
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:
• Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimikrobial seperti trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra), gentamycin dengan atau tanpa ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari.
• Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa nyaman, dan meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obat farmakologi tambahan antispasmodic dan anticholinergic seperti oxybutinin (Ditropan) dan propantheline (Pro-Banthine)
• Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal secara progresif.

2. Penetalaksanaan keperawatan menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:
• Mengkaji riwayat medis, obat-obatan, dan alergi.
• Monitor Vital Sign
• Melakukan pemeriksaan fisik
• Mengobservasi dan mendokumentasi karakteristik urine klien.
• Mengumpulkan spesimen urin segar untuk urinalisis.
• Memantau input dan output cairan.
• Mengevaluasi hasil tes laboratorium (BUN, creatinin, serum electrolytes)
• Memberikan dorongan semangat pada klien untuk mengikuti prosedur pengobatan. Karna pada kasus kronis, pengobatan bertambah lama dan memakan banyak biaya yangdapat membuat psien berkecil hati

G. Patofisiologi
Bakteri naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran kandung kemih dan uretra. Flora normal fekal seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphilococus aureus adalah bakteri paling umum yang menyebabkan pielonefritis akut. E. coli menyebabkan sekitar 85% infeksi.
Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak lazim. Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kalik dan pelvis ginjal juga akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghsilkan fibrosis dan scarring. Pielonefritis kronis muncul stelah periode berulang dari pielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan degeneratif dan menjadi kecil serta atrophic. Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal.

H. Diagnosa Keperawatan
a. Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada ginjal.
b. Hipertermi berhubungan dengan respon imunologi terhadap infeksi.
c. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
d. Nyeri yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
e. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.

I. Rencana Keperawatan
A. Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada ginjal
Intervensi :
1)Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas 38,50 C
Rasional :
Tanda vital menaDefinisi
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis.
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan jaringan interstinal dari salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).
Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen atau retrograd aliran ureterik (J. C. E. Underwood, 2002: 668)
B. Etiologi
1. Bakteri (Escherichia coli, Klebsielle pneumoniac, Streptococus fecalis, dll). Escherichia coli merupakan penyebab 85% dari infeksi (www.indonesiaindonesia.com/f/10918-pielonefritis).
2. Obstruksi urinari track. Misal batu ginjal atau pembesaran prostat
3. Refluks, yang mana merupakan arus balik air kemih dari kandung kemih kembali ke dalam ureter.
4. Kehamilan
5. Kencing Manis
6. Keadaan-keadaan menurunnya imunitas untuk malawan infeksi.

C. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling umum dapat berupa demam tiba-tiba. Kemudian dapat disertai menggigil, nyeri punggung bagian bawah, mual, dan muntah. Pada beberapa kasus juga menunjukkan gejala ISK bagian bawah yang dapat berupa nyeri berkemih dan frekuensi berkemih yang meningkat.
Dapat terjadi kolik renalis, di mana penderita merasakan nyeri hebat yang desebabkan oleh kejang ureter. Kejang dapat terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi. Bisa terjadi pembesaran pada salah satu atau kedua ginjal. Kadang juga disertai otot perut berkontraksi kuat.
Pada pielonefritis kronis, nyerinya dapat menjadi samar-samar dan demam menjadi hilang timbul atau malah bisa tidak ditemukan demam sama sekali.

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Whole blood
2. Urinalisis
3. USG dan Radiologi
4. BUN
5. creatinin
6. serum electrolytes

E. Komplikasi
Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut (Patologi Umum & Sistematik J. C. E. Underwood, 2002: 669):
• Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila guinjal, terutama pada penderita diabetes melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.
• Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.
• Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.

Komplikasi pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut), hipertensi, dan pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai urea, yang mangakibatkan terbentuknya batu) (Brunner&Suddarth, 2002: 1437).
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:
• Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimikrobial seperti trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra), gentamycin dengan atau tanpa ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari.
• Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa nyaman, dan meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obat farmakologi tambahan antispasmodic dan anticholinergic seperti oxybutinin (Ditropan) dan propantheline (Pro-Banthine)
• Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal secara progresif.

2. Penetalaksanaan keperawatan menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:
• Mengkaji riwayat medis, obat-obatan, dan alergi.
• Monitor Vital Sign
• Melakukan pemeriksaan fisik
• Mengobservasi dan mendokumentasi karakteristik urine klien.
• Mengumpulkan spesimen urin segar untuk urinalisis.
• Memantau input dan output cairan.
• Mengevaluasi hasil tes laboratorium (BUN, creatinin, serum electrolytes)
• Memberikan dorongan semangat pada klien untuk mengikuti prosedur pengobatan. Karna pada kasus kronis, pengobatan bertambah lama dan memakan banyak biaya yangdapat membuat psien berkecil hati

G. Patofisiologi
Bakteri naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran kandung kemih dan uretra. Flora normal fekal seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphilococus aureus adalah bakteri paling umum yang menyebabkan pielonefritis akut. E. coli menyebabkan sekitar 85% infeksi.
Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak lazim. Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kalik dan pelvis ginjal juga akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghsilkan fibrosis dan scarring. Pielonefritis kronis muncul stelah periode berulang dari pielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan degeneratif dan menjadi kecil serta atrophic. Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal.

H. Diagnosa Keperawatan
a. Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada ginjal.
b. Hipertermi berhubungan dengan respon imunologi terhadap infeksi.
c. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
d. Nyeri yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
e. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.

I. Rencana Keperawatan
A. Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada ginjal
Intervensi :
1)Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas 38,50 C
Rasional :
Tanda vital menandakan adanya perubahan di dalam tubuh
2)Catat karakteristik urine
Rasional :
Untuk mengetahui/mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
3)Anjurkan pasien untuk minum 2 – 3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Untuk mencegah stasis urine
4)Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas untuk menentukan respon terapi.
Rasional :
Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap keadaan penderita.
5)Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih.
Rasional :
Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih
6)Berikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan kering.
Rasional :
Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri yang membuat infeksi uretra

B. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
Intervensi :
1)Ukur dan catat urine setiap kali berkemih
Rasional :
Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input/out put
2)Anjurkan untuk berkemih setiap 2 – 3 jam
Rasional :
Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam vesika urinaria.
3)Palpasi kandung kemih tiap 4 jam
Rasional :
Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.
4)Bantu klien ke kamar kecil, memakai pispot/urinal
Rasional :
Untuk memudahkan klien di dalam berkemih.
5)Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman
Rasional :
Supaya klien tidak sukar untuk berkemih.

C. Nyeri yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
Intervensi :
1)Kaji intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri.
Rasional :
Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi
2)Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran.
Rasional :
Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot-otot
3)Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Untuk membantu klien dalam berkemih
4)Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi.
Rasional :
Analgetik memblok lintasan nyeri

D. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.
Intervensi :
1)Kaji tingkat kecemasan
Rasional :
Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien
2)Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional :
Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan
3)Beri support pada klien
Rasional :
4)Beri dorongan spiritual
Rasional :
Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan YME.Beri support pada klien
5)Beri penjelasan tentang penyakitnya
Rasional :
Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang dialaminya.

E. Hipertermi berhubungan dengan respon imunologi terhadap infeksi.
Intervensi:
1) Pantau suhu
Rasional:
Tanda vital dapat menandakan adanya perubahan di dalam tubuh.
2) Pantau suhu lingkungan
Rasional:
Suhu ruangan dan jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
3) Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik
Rasional:
Mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus
Diposkan oleh Tulus Andi di 08:58
0 komentar:
Poskan
ndakan adanya perubahan di dalam tubuh
2)Catat karakteristik urine
Rasional :
Untuk mengetahui/mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
3)Anjurkan pasien untuk minum 2 – 3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Untuk mencegah stasis urine
4)Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas untuk menentukan respon terapi.
Rasional :
Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap keadaan penderita.
5)Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih.
Rasional :
Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih
6)Berikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan kering.
Rasional :
Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri yang membuat infeksi uretra

B. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
Intervensi :
1)Ukur dan catat urine setiap kali berkemih
Rasional :
Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input/out put
2)Anjurkan untuk berkemih setiap 2 – 3 jam
Rasional :
Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam vesika urinaria.
3)Palpasi kandung kemih tiap 4 jam
Rasional :
Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.
4)Bantu klien ke kamar kecil, memakai pispot/urinal
Rasional :
Untuk memudahkan klien di dalam berkemih.
5)Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman
Rasional :
Supaya klien tidak sukar untuk berkemih.

C. Nyeri yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
Intervensi :
1)Kaji intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri.
Rasional :
Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi
2)Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran.
Rasional :
Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot-otot
3)Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Untuk membantu klien dalam berkemih
4)Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi.
Rasional :
Analgetik memblok lintasan nyeri

D. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.
Intervensi :
1)Kaji tingkat kecemasan
Rasional :
Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien
2)Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional :
Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan
3)Beri support pada klien
Rasional :
4)Beri dorongan spiritual
Rasional :
Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan YME.Beri support pada klien
5)Beri penjelasan tentang penyakitnya
Rasional :
Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang dialaminya.

E. Hipertermi berhubungan dengan respon imunologi terhadap infeksi.
Intervensi:
1) Pantau suhu
Rasional:
Tanda vital dapat menandakan adanya perubahan di dalam tubuh.
2) Pantau suhu lingkungan
Rasional:
Suhu ruangan dan jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
3) Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik
Rasional:
Mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
Diposkan oleh Heri Saputra di Rabu, Maret 24, 2010 0 komentar Link ke posting ini
Label: ASKEP SISTEM PERKEMIHAN
Minggu, 21 Maret 2010
ASKEP HIPERTROPI PROSTAT
Pengertian Hipertropi Prostat

Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).

Etiologi

Banyak teori yang menjelaskan terjadinya pembesaran kelenjar prostat, namun sampai sekarang belum ada kesepakatan mengenai hal tersebut. Ada beberapa teori mengemukakan mengapa kelenjar periurethral dapat mengalami hiperplasia, yaitu :

Teori Sel Stem (Isaacs 1984)
Berdasarkan teori ini jaringan prostat pada orang dewasa berada pada keseimbangan antara pertumbuhan sel dan sel mati, keadaan ini disebut steady state. Pada jaringan prostat terdapat sel stem yang dapat berproliferasi lebih cepat, sehingga terjadi hiperplasia kelenjar periurethral.

Teori MC Neal (1978)
Menurut MC. Neal, pembesaran prostat jinak dimulai dari zona transisi yang letaknya sebelah proksimal dari spincter eksterna pada kedua sisi veromontatum di zona periurethral.

Teori Di Hidro Testosteron (DHT)
Testosteron adalah hormon pria yang dihasilkan oleh sel leyding. Testosteron sebagian besar dihasilkan oleh kedua testis, sehingga timbulnya pembesaran prostat memerlukan adanya testis yang normal. Jumlah testosteron yang dihasilkan oleh testis kira-kira 90 % dari seluruh produksi testosteron, sedang yang 10 % dihasilkan oleh kelenjar adrenal.
Sebagian besar testosteron dalam tubuh berada dalam keadaan terikat dengan protein dalam bentuk Serum Binding Hormon (SBH). Sekitar 2 % testosteron berada dalam keadaan bebas. Hormon yang bebas inilah yang memegang peranan dalam proses terjadinya pembesaran kelenjar prostat. Testosteron bebas dapat masuk ke dalam sel prostat dengan menembus membran sel ke dalam sitoplasma sel prostat sehingga membentuk DHT – reseptor komplek yang akan mempengaruhi Asam Ribo Nukleat (RNA) yang dapat menyebabkan terjadinya sintetis protein sehingga dapat terjadi proliferasi sel (MC Connel 1990). Perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen dapat terjadi dengan bertambahnya usia  50 tahun ke atas.

Anatomi Dan Fisiologi

Spincter externa mengelilingi urethra di bawah vesica urinaria pada wanita, tetapi pada laki-laki terdapat kelenjar prostat yang berada dibelakang spincter penutup urethra. Prostat mengekskresikan cairannya ke dalam urethra pada saat ejakulasi, cairan prostat ini memberi makanan kepada sperma. Cairan ini memasuki urethra pars prostatika dari vas deferens.
Prostat dilewati oleh :

a. Ductus ejakulatorius, terdiri dari 2 buah berasal dari vesica seminalis bermuara ke urethra.
b. Urethra itu sendiri, yang panjangnya 17 – 23 cm.
Secara otomatis besarnya prostat adalah sebagai berikut :
a. Transversal : 1,5 inchi
b. Vertical : 1,25 inchi
c. Anterior Posterior : 0,75 inchi
Prostat terdiri dari 5 lobus yaitu :
a. Dua lobus lateralis
b. Satu lobus posterior
c. Satu lobus anterior
d. Satu lobus medial
Kelenjar prostat kira-kira sebesar buah kenari besar, letaknya di bawah kandung kemih.
Normal beratnya prostat pada orang dewasa diperkirakan 20 gram.

Patofisiologi

Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Adanya obstruksi jalan kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi melemah, dan rasa belum puas selesai miksi. Gejala iritasi disebabkan oleh hipersentivitas otot detrusor, berarti bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh. Keadaan ini membuat sistem scoring untuk menentukan beratnya keluhan klinik penderita hipertropi prostat.
Apabila vesica menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urine sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urine di dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi.
Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi karena produksi urine terus terjadi maka pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menahan urine, sehingga tekanan vesika terus meningakat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi dari pada tekanan spincter dan obstruksi, akan terjadi Inkotinensia Paradoks Retensi kronik menyebabkan refluks vesicoureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila ada infeksi.
Pada waktu miksi penderita harus selalu mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau haemorhoid. Karena selalu terdapat sisa urine dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan cystitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pyelonefritis.
Ada 3 cara untuk mengukur besarnya hipertropi prostat, yaitu (a) rectal grading (b) clinical grading dan (c) intra urethra grading.

Rectal grading
Recthal grading atau rectal toucher dilakukan dalam keadaan buli-buli kosong. Sebab bila buli-buli penuh dapat terjadi kesalahan dalam penilaian. Dengan rectal toucher diperkirakan dengan beberapa cm prostat menonjol ke dalam lumen dan rectum. Menonjolnya prostat dapat ditentukan dalam grade. Pembagian grade sebagai berikut :
0 – 1 cm……….: Grade 0
1 – 2 cm……….: Grade 1
2 – 3 cm……….: Grade 2
3 – 4 cm……….: Grade 3
Lebih 4 cm…….: Grade 4
Biasanya pada grade 3 dan 4 batas dari prostat tidak dapat diraba karena benjolan masuk ke dalam cavum rectum. Dengan menentukan rectal grading maka didapatkan kesan besar dan beratnya prostat dan juga penting untuk menentukan macam tindakan operasi yang akan dilakukan. Bila kecil (grade 1), maka terapi yang baik adalah T.U.R (Trans Urethral Resection) Bila prostat besar sekali (grade 3-4) dapat dilakukan prostatektomy terbuka secara trans vesical.

Clinical grading
Pada pengukuran ini yang menjadi patokan adalah banyaknya sisa urine. Pengukuran ini dilakukan dengan cara, pagi hari pasien bangun tidur disuruh kemih sampai selesai, kemudian dimasukkan catheter ke dalam kandung kemih untuk mengukur sisa urine.
Sisa urine 0 cc……………….…… Normal
Sisa urine 0 – 50 cc…………….… Grade 1
Sisa urine 50 – 150 cc……………. Grade 2
Sisa urine >150 cc………………… Grade 3
Sama sekali tidak bisa kemih…… Grade 4
Intra urethra grading
Untuk melihat seberapa jauh penonjolan lobus lateral ke dalam lumen urethra. Pengukuran ini harus dapat dilihat dengan penendoskopy dan sudah menjadi bidang dari urology yang spesifik.
Efek yang dapat terjadi akibat hypertropi prostat:

Terhadap urethra
Bila lobus medius membesar, biasanya arah ke atas mengakibatkan urethra pars prostatika bertambah panjang, dan oleh karena fiksasi ductus ejaculatorius maka perpanjangan akan berputar dan mengakibatkan sumbatan.
Terhadap vesica urinaria
Pada vesica urinaria akan didapatkan hypertropi otot sebagai akibat dari proses kompensasi, dimana muscle fibro menebal ini didapatkan bagian yang mengalami depresi (lekukan) yang disebut potensial divertikula.
Pada proses yang lebih lama akan terjadi dekompensasi dari pada otot-otot yang hypertropi dan akibatnya terjadi atonia (tidak ada kekuatan) dari pada otot-otot tersebut.
Kalau pembesaran terjadi pada medial lobus, ini akan membentuk suatu post prostatika pouch, ini adalah kantong yang terdapat pada kandung kemih dibelakang medial lobe.
Post prostatika adalah sebagai sumber dari terbentuknya residual urine (urine yang tersisa) dan pada post prostatika pouch ini juga selalu didapati adanya batu-batu di kandung kemih.
Terhadap ureter dan ginjal
Kalau keadaan urethra vesica valve baik, maka tekanan ke ekstra vesikel tidak diteruskan ke atas, tetapi bila valve ini rusak maka tekanan diteruskan ke atas, akibatnya otot-otot calyces, pelvis, ureter sendiri mengalami hipertropy dan akan mengakibatkan hidronefrosis dan akibat lanjut uremia.
Terhadap sex organ
Mula-mula libido meningkat, teatapi akhirnya libido menurun.

Gejala Klinik

Terbagi 4 grade yaitu :
Pada grade 1 (congestic)

1.)Mula-mula pasien berbulan atau beberapa tahun susah kemih dan mulai mengedan.
2.)Kalau miksi merasa puas.
3.)Urine keluar menetes dan pancaran lemah.
4.)Nocturia
5.)Urine keluar malam hari lebih dari normal.
6.)Ereksi lebih lama dari normal dan libido lebih dari normal.
7.)Pada cytoscopy kelihatan hyperemia dari orificium urethra interna. Lambat laun terjadi varices akhirnya bisa terjadi perdarahan (blooding)

Pada grade 2 (residual)
8.)Bila miksi terasa panas.
9.)Dysuri nocturi bertambah berat.
10.)Tidak bisa buang air kecil (kemih tidak puas).
11.)Bisa terjadi infeksi karena sisa air kemih.
12.)Terjadi panas tinggi dan bisa menggigil.
13.)Nyeri pada daerah pinggang (menjalar ke ginjal).

Pada grade 3 (retensi urine)
14.)Ischuria paradosal.
15.)Incontinensia paradosal.

Pada grade 4
16.)Kandung kemih penuh.
17.)Penderita merasa kesakitan.
18.)Air kemih menetes secara periodik yang disebut over flow incontinensia.
19.)Pada pemeriksaan fisik yaitu palpasi abdomen bawah untuk meraba ada tumor, karena bendungan yang hebat.
20.)Dengan adanya infeksi penderita bisa menggigil dan panas tinggi sekitar 40 – 410 C.
21.)Selanjutnya penderita bisa koma.

Diagnostik test

Diagnosa klinik pembesaran prostat dapat ditegakkan dengan pemeriksaan sebagai berikut :

a. Anamnese yang baik
b. Pemeriksaan fisik
Dapat dilakukan dengan pemeriksaan rectal toucher, dimana pada pembesaran prostat jinak akan teraba adanya massa pada dining depan rectum yang konsistensinya kenyal, yang kalau belum terlalu besar masih dapat dicapai batas atasnya dengan ujung jari, sedang apabila batas atasnya sudah tidak teraba biasanya jaringan prostat sudah lebih dari 60 gr.
c. Pemeriksaan sisa kemih
d. Pemeriksaan ultra sonografi (USG)
Dapat dilakukan dari supra pubic atau transrectal (Trans Rectal Ultra Sonografi :TRUS). Untuk keperluan klinik supra pubic cukup untuk memperkirakan besar dan anatomi prostat, sedangkan TRUS biasanya diperlukan untuk mendeteksi keganasan.
e. Pemeriksaan endoskopy
Bila pada pemeriksaan rectal toucher, tidak terlalu menonjol tetapi gejala prostatismus sangat jelas atau untuk mengetahui besarnya prostat yang menonjol ke dalam lumen.
f. Pemeriksaan radiologi
Dengan pemeriksaan radiology seperti foto polos perut dan pyelografi intra vena yang sering disebut IVP (Intra Venous Pyelografi) dan BNO (Buich Nier Oversich). Pada pemeriksaan lain pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek irisan kontras pada dasar kandung kemih dan ujung distal ureter membelok ke atas berbentuk seperti mata kail/pancing (fisa hook appearance).
g. Pemeriksaan CT- Scan dan MRI
Computed Tomography Scanning (CT-Scan) dapat memberikan gambaran adanya pembesaran prostat, sedangkan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat memberikan gambaran prostat pada bidang transversal maupun sagital pada berbagai bidang irisan, namun pameriksaan ini jarang dilakukan karena mahal biayanya.
h. Pemeriksaan sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urine ditemukan mikrohematuria. pemeriksaan ini dapat memberi gambaran kemungkinan tumor di dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas apabila darah datang dari muara ureter atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu sistoscopi dapat juga memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang urethra pars prostatica dan melihat penonjolan prostat ke dalam urethra.
i. Pemeriksaan lain
Secara spesifik untuk pemeriksaan pembesaran prostat jinak belum ada, yang ada ialah pemeriksaan penanda adanya tumor untuk karsinoma prostat yaitu pemeriksaan Prostatic Spesifik Antigen (PSA), angka penggal PSA ialah 4 nanogram/ml.

Diagnosa banding

Oleh karena adanya proses miksi tergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elastisitas leher kandung kemih dengan tonus ototnya dan resistensi urethra yang merupakan faktor dalam kesulitan miksi. Kelemahan detrusor disebabkan oleh kelainan saraf (kandung kemih neurologik) misalnya : Lesi medulla spinalis, penggunaan obat penenang. Kekakuan leher vesica disebabkan oleh proses fibrosis, sedangkan resistensi urethra disebabkan oleh pembesaran prostat jinak atau ganas, tumor di leher kandung kemih, batu di urethra atau striktur urethra.

Pengobatan

Setiap kesulitan miksi yang diakibatkan dari salah satu faktor seperti berkurangnya kekuatan kontraksi detrusor atau menurunya elastisitas leher vesica, maka tindakan pengobatan ditujukan untuk mengurangi volume prostat, mengurangi tonus leher vesica atau membuka urethra pars prostatica dan menambah kekuatan kontraksi detrusor agar proses miksi menjadi mudah.

Pengobatan untuk hipertropy prostat ada 2 macam :
a.Konsevatif
b.Operatif

Dalam pengobatan ini dilakukan berdasarkan pembagian besarnya prostat, yaitu derajat 1 – 4.
a.Derajat I
Dilakukan pengobatan koservatif, misalnya dengan fazosin, prazoin dan terazoin (untuk relaksasi otot polos).
b.Derajat II
Indikasi untuk pembedahan. Biasanya dianjurkan resekesi endoskopik melalui urethra.
c.Derajat III
Diperkirakan prostat cukup besar dan untuk tindakan yang dilakukan yaitu pembedahan terbuka melalui transvesical, retropubic atau perianal.
d.Derajat IV
Membebaskan penderita dari retensi urine total dengan memasang catheter, untuk pemeriksaan lebih lanjut dalam pelaksanaan rencana pembedahan.

Konservatif.

Pengobatan konservatif ini bertujuan untuk memperlambat pertumbuhan pembesaran prostat. Tindakan dilakukan bila terapi operasi tidak dapat dilakukan, misalnya : menolak operasi atau adanya kontra indikasi untuk operasi.

Tindakan terapi konservatif yaitu :
a.Mengusahakan agar prostat tidak mendadak membesar karena adanya infeksi sekunder dengan pemberian antibiotika.
b.Bila retensi urine dilakukan catheterisasi.

Operatif
Pembedahan merupakan pengobatan utama pada hipertropi prostat benigna (BPH), pada waktu pembedahan kelenjar prostat diangkat utuh dan jaringan soft tissue yang mengalami pembesaran diangkat melalui 4 cara yaitu (a) transurethral (b) suprapubic (c) retropubic dan (d) perineal.

Transurethral.
Dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada lobus medial yang langsung mengelilingi urethra. Jaringan yang direseksi hanya sedikit sehingga tidak terjadi perdarahan dan waktu pembedahan tidak terlalu lama. Rectoscope disambungkan dengan arus listrik lalu di masukkan ke dalam urethra.Kandung kemih di bilas terus menerus selama prosedur berjalan.Pasien mendapat alat untuk masa terhadap shock listrik dengan lempeng logam yang di beri pelumas di tempatkan pada bawah paha.Kepingan jaringan yang halus di buang dengan irisan dan tempat-tempat perdarahan di tutup dengan cauter.
Setelah TURP di pasang catheter Foley tiga saluran yang di lengkapi balon 30 ml.Setelah balon catheter di kembangkan, catheter di tarik ke bawah sehingga balon berada pada fosa prostat yang bekerja sebagai hemostat.Ukuran catheter yang besar di pasang untuk memperlancar pengeluaran gumpalan darah dari kandung kemih.
Kandung kemih diirigasi terus dengan alat tetesan tiga jalur dengan garam fisiologisatau larutan lain yang di pakai oleh ahli bedah.Tujuan dari irigasi konstan ialah untuk membebaskan kandung kemih dari ekuan darah yang menyumbat aliran kemih.Irigasi kandung kemih yang konstan di hentikan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan dari kandung kemih.Kemudian catheter bisa dibilas biasa tiap 4 jam sekali sampai catheter di angkat biasanya 3 sampai 5 hari setelah operasi.Setelah catheter di angkat pasien harus mengukur jumlah urine dan waktu tiap kali berkemih.

Suprapubic Prostatectomy.
Metode operasi terbuka, reseksi supra pubic kelenjar prostat diangkat dari urethra lewat kandung kemih.

Retropubic Prostatectomy
Pada prostatectomy retropubic dibuat insisi pada abdominal bawah tapi kandung kemih tidak dibuka.

Perianal prostatectomy.
Dilakukan pada dugaan kanker prostat, insisi dibuat diantara scrotum dan rectum.

Komplikasi

a.Perdarahan
b.Inkotinensia
c.Batu kandung kemih
d.Retensi urine
e.Impotensi
f.Epididimitis
g.Haemorhoid, hernia, prolaps rectum akibat mengedan
h.Infeksi saluran kemih disebabkan karena catheterisasi
i.Hydronefrosis

Hal-hal yang harus dilakukan pada pasien setelah pulang dari rumah sakit adalah ;
latihan berat, mengangkat berat dan sexual intercourse dihindari selama 3 minggu setelah dirumah.
Tidak boleh membawa kendaraan.
Mengedan pada saat defekasi harus dihindari, faeces harus lembek kalau perlu pemberian obat untuk melembekkan faeces.
Menganjurkan banyak minum untuk mencegah statis dan infeksi dan membuat faeces lembek.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan pasien dengan hipertropi prostat melalui pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.

Pengkajian Keperawatan
Pengumpulan data
Data dasar yang berhubungan dengan post operasi hipertropi prostat. Mengelompokkan data merupakan langkah yang dilakukan setelah mengadakan pengumpulan data yang diperoleh sebagai berikut :
Nyeri pada daerah tindakan operasi.
Pusing.
Perubahan frekuensi berkemih.
Urgensi.
Dysuria
Flatus negatif.
Luka tindakan operasi pada daerah prostat.
Retensi, kandung kemih penuh.
Inkontinensia
Bibir kering.
Puasa.
Bising usus negatif.
Ekspresi wajah meringis.
Pemasangan catheter tetap.
Gelisah.
Informasi kurang.
Urine berwarna kemerahan.

Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan disusun menurut prioritas masalah pada pasien post operasi hipertropi prostat, adalah sebagai berikut :
Perubahan eliminasi urine berhubungan obstruksi mekanikal : bekuan darah, oedema, trauma, prosedur bedah, tekanan dan iritasi catheter/balon.
Resiko terjadi kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah vaskuler : kesulitan mengontrol perdarahan.
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive : alat selama pembedahan, catheter, irigasi kandung kemih sering, trauma jaringan, insisi bedah.
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih : refleks spasme otot sehubungan dengan prosedur bedah dan / tekanan dari balon kandung kemih.
Resiko terjadi disfungsi seksual berhubungan dengan situasi krisis (inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan catheter, keterlibatan area genital).
Anxietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.

Perencanaan Keperawatan

Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanikal : bekuan darah, oedema, trauma, prosedur bedah, tekanan dan irigasi catheter/balon, ditandai dengan :
Nyeri pada daerah tindakan operasi.
Perubahan frekuensi berkemih.
Urgensi.
Dysuria.
Pemasangan catheter tetap.
Adanya luka tindakan operasi pada daerah prostat.
Urine berwarna kemerahan.
Tujuan : Klien mengatakan tidak ada keluhan, dengan kriteria :
Catheter tetap paten pada tempatntya.
Tidak ada sumbatan aliran darah melalui catheter.
Berkemih tanpa aliran berlebihan.
Tidak terjadi retensi pada saat irigasi.
Intervensi :
Kaji haluaran urine dan sistem catheter/drainase, khususnya selama irigasi kandung kemih.
Rasional :
Retensi dapat terjadi karena edema area bedah, bekuan darah dan spasme kandung kemih.
Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah catheter dilepas.
Rasional :
Catheter biasanya dilepas 2 – 5 hari setelah bedah, tetapi berkemih dapat berlanjut menjadi masalah untuk beberapa waktu karena edema urethral dan kehilangan tonus.
Dorong klien untuk berkemih bila terasa dorongan tetapi tidak lebih dari 2 – 4 jam.
Rasional :
Berkemih dengan dorongan dapat mencegah retensi, urine. Keterbatasan berkemih untuk tiap 4 jam (bila ditoleransi) meningkatkan tonus kandung kemih dan membantu latihan ulang kandung kemih.
Ukur volume residu bila ada catheter supra pubic.
Rasional :
Mengawasi keefektifan kandung kemih untuk kosong. Residu lebih dari 50 ml menunjukkan perlunya kontinuitas catheter sampai tonus otot kandung kemih membaik.
Dorong pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi.
Rasional :
Mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urine.
Kolaborasi medis untuk irigasi kandung kemih sesuai indikasi pada periode pasca operasi dini.
Rasional :
Mencuci kandung kemih dari bekuan darah dan untuk mempertahankan patensi catheter/aliran urine.

Resiko terjadi kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah vaskuler : kesulitan mengontrol perdarahan, ditandai dengan :
Pusing.
Flatus negatif.
Bibir kering.
Puasa.
Bising usus negatif.
Urine berwarna kemerahan.
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan, dengan kriteria :
Tanda-tanda vital normal.
Nadi perifer teraba.
Pengisian kapiler baik.
Membran mukosa baik.
Haluaran urine tepat.
Intervensi :
Benamkan catheter, hindari manipulasi berlenihan.

Rasional :
Penarikan/gerakan catheter dapat menyebabkan perdarahan atau pembentukan bekuan darah.
Awasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
Rasional :
Indicator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian. Pada irigasi kandung kemih, awasi perkiraan kehilangan darah dan secara akurat mengkaji haluaran urine.
Evaluasi warna, komsistensi urine.
Rasional :
Untuk mengindikasikan adanya perdarahan.
Awasi tanda-tanda vital
Rasional :
Dehidrasi/hipovolemia memerlukan intervensi cepat untuk mencegah berlanjut ke syok. Hipertensi, bradikardi, mual/muntah menunjukkan sindrom TURP, memerlukan intervensi medik segera.
Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi (Hb/Ht, jumlah sel darah merah)
Rasional :
Berguna dalam evaluasi kehilangan darah/kebutuhan penggantian.

Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan, catheter, irigasi kandung kemih sering, trauma jaringan, insisi bedah, ditandai dengan :
Nyeri daerah tindakan operasi.
Dysuria.
Luka tindakan operasi pada daerah prostat.
Pemasangan catheter tetap.
Tujuan : Menunjukkan tidak tampak tanda-tanda infeksi, dengan kriteria :
Tidak tampak tanda-tanda infeksi.
Inkontinensia tidak terjadi.
Luka tindakan bedah cepat kering.
Intervensi :
Berikan perawatan catheter tetap secara steril.
Rasional :
Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi/cross infeksi.
Ambulasi kantung drainase dependen.
Rasional :
Menghindari refleks balik urine, yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih.
Awasi tanda-tanda vital.
Rasional :
Klien yang mengalami TUR beresiko untuk syok bedah/septic sehubungan dengan instrumentasi.
Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu.
Rasional :
Balutan basah dapat menyebabkan iritasi, dan memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi.
Kolaborasi medis untuk pemberian golongan obat antibiotika.
Rasional :
Dapat membunuh kuman patogen penyebab infeksi.

Gangguan rasa nyaman ; nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih : refleks spasme otot berhubungan dengan prosedur bedah dan/tekanan dari balon kandung kemih, ditandai dengan :
Nyeri pada daerah tindakan operasi.
Luka tindakan operasi.
Ekspresi wajah meringis.
Retensi urine, sehingga kandung kemih penuh.
Intervensi :
Kaji tingkat nyeri.
Rasional :
Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan klien dan memudahkan kita dalam memberikan tindakan.
Pertahankan posisi catheter dan sistem drainase.
Rasional :
Mempertahankan fungsi catheter dan sistem drainase, menurunkan resiko distensi/spasme kandung kemih.
Ajarkan tekhnik relaksasi.
Rasional :
Merileksasikan otot-otot sehingga suplay darah ke jaringan terpenuhi/adekuat, sehingga nyeri berkurang.
Berikan rendam duduk bila diindikasikan.
Rasional :
Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan edema dan meningkatkan penyembuhan.
Kolaborasi medis untuk pemberian anti spasmodic dan analgetika.
Rasional :
Golongan obat anti spasmodic dapat merilekskan otot polos, untuk memberikan/menurunkan spasme dan nyeri.
Golongan obat analgetik dapat menghambat reseptor nyeri sehingga tidak diteruskan ke otak dan nyeri tidak dirasakan.

Resiko terjadi disfungsi seksual berhubungan dengan situasi krisis (inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan catheter, keterlibatan area genital) ditandai dengan :
Tindakan pembedahan kelenjar prostat.
Tujuan : Fungsi seksual dapat dipertahankan, kriteria :
Pasien dapat mendiskusikan perasaannya tentang seksualitas dengan orang terdekat.
Intervensi :
Berikan informasi tentang harapan kembalinya fungsi seksual.
Rasional :
Impotensi fisiologis : terjadi bila saraf perineal dipotong selama prosedur bedah radikal ; pada pendekatan lain, aktifitas seksual dapat dilakukan seperti biasa dalam 6 – 8 minggu.
Diskusikan dasar anatomi.
Rasional :
Saraf pleksus mengontrol aliran secara posterior ke prostat melalui kapsul. Pada prosedur yang tidak melibatkan kapsul prostat, impoten dan sterilitas biasanya tidak terjadi.
Instruksikan latihan perineal.
Rasional :
Meningkatkan peningkatan kontrol otot kontinensia urine dan fungsi seksual.
Kolaborasi ke penasehat seksualitas/seksologi sesuai indikasi.
Rasional :
Untuk memerlukan intervensi professional selanjutnya.

Anxietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, ditandai dengan :
Gelisah.
Informasi kurang
Tujuan : Klien mengungkapkan anxietas teratasi, dengan kriteria :
Klien tidak gelisah.
Tampak rileks
Intervensi :
Kaji tingkat anxietas.
Rasional :
Mengetahui tingkat anxietas yang dialami klien, sehingga memudahkan dalam memberikan tindakan selanjutnya.
Observasi tanda-tanda vital.
Rasional :
Indikator dalam mengetahui peningkatan anxietas yang dialami klien.
Berikan informasi yang jelas tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
Rasional :
Mengerti/memahami proses penyakit dan tindakan yang diberikan.
Berikan support melalui pendekatan spiritual.
Rasional :
Agar klien mempunyai semangat dan tidak putus asa dalam menjalankan pengobatan untuk penyembuhan

Pelaksanaan Asuhan Keperawatan.
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan, yang pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada langkah sebelumnya (perencanaan tindakan keperawatan).

Evaluasi Keperawatan.
Asuhan keperawatan dalam bentuk perubahan prilaku pasien merupakan focus dari evaluasi tujuan, maka hasil evaluasi keperawatan dengan post operasi hipertropi prostat adalah sebagai berikut :
Pola eliminasi urine dapat normal.
Kriteria hasil :
Menunjukkan prilaku untuk mengendalikan refleks kandung kemih.
Pengosongan kandung kemih tanpa adanya penekanan/distensi kandung kemih/retensi urine.
Terpenuhinya kebutuhan cairan.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital normal
Nadi perifer baik/teraba.
Pengisian kapiler baik.
Membran mukosa lembab.
Haluaran urine tepat.
Mencegah terjadinya infeksi.
Kriteria hasil :
Tercapainya penyembuhan dan tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
Melaporkan nyeri hilang/terkontrol.
Kriteria hasil :
Menunjukkan keterampilan penggunaan relaksasi dan aktifitas terapeutik sesuai indikasi dan situasi individu.
Tampak rileks.
Fungsi seksual dapat dipertahankan.
Kriteria hasil :
Menyatakan pemahaman situasi individual
Menunjukkan keterampilan pemecahan masalah.
Klien mengerti/memahami tentang penyakitnya.
Kriteria hasil :
Berpartisipasi dalam program pengobatan.
Melakukan perubahan prilaku yang perlu.
Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan tindakan.

Sumber:

1.Basuki B Purnomo, 2000, Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI, Katalog Dalam Terbitan (KTD), Jakarta.
2.Doenges, Marilynn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan – Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih Bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Editor : Monica Ester, Yasmin Asih, Edisi : Ketiga, EGC ; Jakarta,.
3.Guyton, Arthur C, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Editor, Irawati. S, Edisi : 9, EGC ; Jakarta.
4.Kumpulan Kuliah, 2001, Modul Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan, Makassar.

5.Long, Barbara C, 1996, Keperawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, Edisi I, Volume 3, Yayasan IAPK Padjajaran, Bandung.
6.Schwartz, dkk, 2000, Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Editor : G. Tom Shires dkk, EGC ; Jakarta.
7.Jong, Wim de, dan Syamsuhidayat R, 1998, Buku Ajar Ilmu Bedah, Editor : R. Syamsuhidajat, Wim De Jong, Edisi revisi : EGC ; Jakarta.

date Kamis, 06 Mei 2010

0 komentar to “ ”

Leave a Reply: